Friday, July 29, 2011

Contoh Cerpen Pembelajaran

Cerpen saya buat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok materi X semister 2...
Syukur dan Usaha dalam Perjuangan Hidup
Di suatu malam aku duduk memandangi bintang yang seolah berlomba memancarkan cahaya indahnya.Taman tempat aku duduk saat ini begitu hening hingga membuatku merasa nyaman untuk merenungi segala hal yang telah kucapai saat ini.Hampir tak dapat dipercaya aku kini hidup di sebuah rumah mewah bersama orang yang kucintai.                                                                                      Terdengar langkah kaki menghampiri dan segera kualihkan pandanganku pada sosok yang  bahkan sampai saat ini pun aku hampir tak percaya menjalani hidup dengannya, Ia Minati sosok yang entah bagaimana telah mampu mengisi kekosongan dalam hatiku, Senyumnya yang merekah begitu menghampiriku seolah mengalahkan indahnya bintang yang tengah bersinar indah diatas sana.
            “ sedang apa mas disini?” kata minati dan kemudian duduk disampingku.
            “aku memikirkan perjalanan hidupku hingga saat ini bisa bersamamu” kataku sambil memandang wajahnya yang selalu bisa menentramkan hatiku.
            “aku mengerti mas, bagaimana awal hidup kita yang sangat jauh berbeda. Masa-masa yang kau lalui tidak pernah mudah namun hal itu yang membuatmu tumbuh menjadi sosok yang tegar”.
            “Minati, aku jadi teringat pertama kali kita bertemu dan menjadi supir pribadimu, tak mungkin aku lupakan itu karena dari supir pribadilah aku bisa seperti sekarang ini”
            Aku dan Minati melewati malam itu dengan mengingat semua kenangan saat pertama kali bertemu.
            “ Jangan karena kamu sudah menolong ayah saya saat kecelakaan, lalu sekarang  seenaknya datang terlambat !” bentak Minati dengan wajahnya sangat tampak kesal padaku
            “Maafkan saya, saya memang salah tidak seharusnya di hari pertama kerja saya terlambat”kata sambil menunduk.
            “ Bagus kalau kamu bisa tau diri, sekarang cepat antar aku ke kampus sebentar lagi ada ujian” kata Minati sambil naik dan membanting pintu naik ke mobil.
            Selama perjalanan suasana begitu hening, bisa kulihat raut wajah seorang minati masih tampak sangat kesal padaku. Begitu tiba di kampus tanpa sepatah kata pun ia langsung keluar dan lagi membanting pintu mobil dengan sangat keras.                                                                                        Ayah Minati begitu baik padaku, Namanya Pak Wicaksono hanya karena aku menolongnya saat kecelakaan, Ia memberiku pekerjaan dan memasukkanku ke kampus yang sama dengan putrinya. Terlintas dipikiranku mengapa ayahnya yang sebaik itu bisa memiliki seorang putri yang bisa dibilang angkuhnya tiada tara. Tapi itu wajar bagaimanapun Minati anak semata wayang dari seorang pengusaha sukses di Jakarta.                                                                                                                                 Minati memiliki wajah yang indah dipandang segala mata.Hidupnya bahkan sudah bisa kukatakan sempurna.Cantik, kaya raya, orang tua yang sukses dan sangat menyayanginya. Hanya saja sekejap aku terpaku akan wajah yang cantik jelitanya sekejap itu pula hilang setiap kali ia memanggil namaku dengan nada yang tak pernah terdengar baik, bahkan tiap kali menyebut namaku entah bagaimana Ia terdengar tidak pernah dalam keadaan hati senang.

            “Usahanto..!” teriak Minati
            “ iya non ada apa?” tanyaku
            “ pake nanya lagi! Kerja jadi sopir pribadi apalagi kalau bukan antar saya kemana yang saya inginkan. Dan satu lagi tolong jangan buat saya terus teriak memanggil nama kamu setiap saya ingin pergi!itu membuat suasana hati saya tidak pernah senang sama kamu” kata Minati dengan nada yang keras.                                                                                                                                                      Selalu seperti itu nada suara yang tak pernah berubah bahkan setiap hari  harus melihat wajah cantik seorang Minati yang kesal dan entah kapan itu akan berakhir. Dalam hati terkadang aku pun ingin marah diperlakukan seperti itu. Namun aku tetap harus memikirkan masa depan dan cita-cita yang kugantungkan pada pekerjaanku saat ini.                                                                                                            Hari itu begitu terik, sekitar pukul 02.00 kuliahku selesai. Aku, Rena, Lisa, dan Dodi memutuskan pergi ke kantin kampus dan membicarakan tugas dari dosen. Rena, Lisa, dan Dodi adalah teman baikku di kampus aku merasa sangat bisa diterima oleh mereka. Saat itu kami saling mengundang gelak tawa satu sama lain.
            “eh lihat deh To, dari tadi kalau aku perhatikan Minati menatap kearah kita terus deh” kata Rena yang duduk di sampingku
            “ah masa sih?” kataku tak memperdulikan perkataan Rena dan tak sedikitpun aku berbalik kearah Minati.
            “Serius, coba kamu lihat” kata Rena yang menyikutku
            Kupalingkan wajahku dan kulihat lagi raut wajah yang tidak pernah berubah terhadapku.Minati tampak sangat sinis. Kupikir apa lagi yang kulakukan hingga ia begitu menatapku tajam seolah aku bersalah lagi padanya.                                                                                                                                     Hari itu saat dalam perjalanan pulang Minati mengajakku bicara. Dan ini untuk pertama kalinya Ia berbicara padaku saat dalam perjalanan. Biasanya ia hanya mengatakan kemana tujuannya dan setelah itu mulut kami bak  terkunci tanpa ada suara sedikitpun hingga tiba tempat tujuan.
            “ To’ Senang benget yah hari ini? Aku liat tadi di kantin kampus kayaknya kamu dan teman-temanmu itu ketawanya lepas banget terutama sama teman kamu yang namanya itu Rena. Ya kan?”. Kata Minati dengan nada mengintrogasi
            “ Oh itu kami hanya sekedar bercanda saja non, menghilangkan kejenuhan. Itu saja”
            “ Masa sih? Kok aku liat tatapan kamu ke Rena itu beda dan kalian kelihatan dekat”
            “ Tatapan apa yang nonmaksud? Saya rasa biasa saja non, kalau dibilang dekat dengan Rena sih lumayan non dia juga baik sama saya. Kenapa ya non bertanya seperti itu?”
            “ memangnya salah kalau saya menanyakan seperti itu padamu? Saya berhak tau apa saja tentangmu, kamu supir pribadiku jadi ya dak salah kalau aku mau tau”  Nada suara Minati terdengar ketus dan kesal namun Ia kembali terdiam.
            Kebingungan kini menyapaku setelah kejadian hari itu, Sikap Minati mulai berubah terhadapku.Ia bahkan memintaku untuk bisa terus menemaninya. Mulai dari makan bersama bahkan Ia juga mengajakku bergaul dengan teman-temannya.                                                                                                         Tanpa mau mengikuti rasa penasaranku mengapa ini terjadi.Kujalani arus hidupku, kuyakinkan diri bahwa hal ini adalah rencana-Nya untuk hidupku yang akhirnya nanti akan bagaimana masih menjadi rahasia indah Sang Pencipta.                                                                                                                Aku dan Minati semakin akrab.Hampir setiap aktivitas Minati dalam sehari aku ada bersamanya.Namun kini bisa kulihat dalam setiap langkahku diiringi tatapan tajam yang kapan saja bisa menusukku oleh para pemuja Minati.Namun itu kuabaikan karena Minati sendirilah yang meminta itu padaku.Perasaan mulai bergolak dalam hatiku, Minati seolah sudah menjadi candu hatiku.Kini tiap hari aku bisa melihat wajah memesona itu yang setiap saat bisa membuatku berada dalam zona merah hidupku.             
Hari itu aku berangkat ke kampus dengan perasaan was-was. Pihak kampus memintaku hari ini datang ke ruang administrasi.Dengan langkah berat aku menuju ruang adminitrasi. Dalam pikiran bisa kutebak apa yang akan disampaikan pihak kampus.                                                                                        Aku menutup ruang administrasi kampus dengan perasaan tidak karuan.Berjalan menelusuri lorong kampus dengan tatapan mata kosong. Teringat akan tatapan saudara-saudaraku di panti asuhan sebelum aku pergi merantau ke kota ini. Mereka menatapku dengan penuh harapan suatu saat nanti aku kembali dan membawa impian baru
Aku harus bisa.Apapun yang terjadi aku harus hadapi semuanya.Jangan hanya karena uang kuliah yang menunggak tiga bulan membuat semua mimpiku berakhir sampai disini.Kata suara hati kecilku.Ku sunggingkan senyum sebelum masuk ke dalam kelas.
            “ Sungguh kasihan supir pribadi seorang gadis yang cantik jelita kini harus memikirkan biaya kuliahnya yang menunggak, bagaimana bisa seorang Minati dekat dengan pria yang tidak punya apa-apa ini, sungguh disayangkan” kata seorang pria pemuja Minati.
            Kata-kata itu seketika menyulut api dalam diriku. Selama ini aku sudah cukup bersabar dengan semua ocehan orang-orang tehadapku.Tapi kali ini rasanya kesabaran itu habis, aku tidak terima untuk terus direndahkan.                                                                                                                        
“ Taaak…!” ku hantam wajah pria itu tepat mengena tulang pipinya yang indah membentuk wajah elegannya.
“Taaak..!” Ia membalasku dengan tak kalah kerasnya hingga aku tersungkur kebelakang.
            “ Stop! Apa yang kalian lakukan?” kata Minati yang berusaha melerai kami.                                    
Ingin kubalas pukulan pria itu lagi namun Minati lebih dulu memukulku dengan sebuah pelukan erat yang membuat api seketika itu juga padam. Ada sebuah keyakinan dalam diriku bahwa aku
            “ Tidak perlu dibalas, tenangkan pikiranmu. aku ada disini” kata Minati yang menenangkan
            Kenangan itu masih begitu nyata di pelupuk mataku.Bagaimana aku dan Minati akhirnya bisa hidup bersama. Tentang bagaimana seorang Minati bisa jatuh cinta padaku itu tidak perlu menjadi tanyabesar hidupku. Minati adalah wanita yang tulus,………………………………………………………….. …………………………………………………………………………                                                               Kini kami hidup bahagia dengan modal usaha yang diberikan ayah Minati.Aku tidak memulai usaha itu dengan memakai segala fasilitas yang diberikan.Aku bertekad untuk membangun usaha itu dari nol dan yang kubutuhkan hanya dukungan serta dorongan Minati. Sampai akhirnya kini kami duduk di taman belakang sebuah rumah mewah yang kami beli dari hasil usaha yang kami bangun.                                            Siang itu hari begitu terik, kota metropolitan semakin penuh sesak .tak ada ruang untuk menghirup udara segar.Sengatan terik matahari yang membakar kulit bagi setiap pejalan kaki sudah pernah kurasakan saat awal hidupku di kota ini.Inilah Jakarta tempat aku kini hidup, aku dan Minati sedang dalam perjalanan menuju sebuah panti asuhan di daerah Depok, Minati sangat suka kegiatan sosial beberapa panti asuhan sudah dikunjunginya tanpa aku. Hari ini karena tidak sibuk dengan urusan kantor aku menemaninya.                                                                                                                                  Saat tiba dipanti asuhan,seluruh bulu romaku seolah berdiri, perasaaanku terhempas menjatuhkan diriku. Kenangan masa lalu kembali segar dalam ingatan. Semua kejadian itu seolah kembali hidup dari tidur panjangnya selama ini merasuki jiwa dan pikiranku.                                                                  Aku teringat pada peristiwa lahar dan gas di desaku.Peristiwa itu merupakan pukulan hebat dalam sejarah hidupku.Bagaimana tidak kehilangan orang yang menjadikanku sosok Usahanto yang hebat saat ini meninggal saat peristiwa itu.Aku berada dalam keterpurukan yang menyudutkanku dari dunia nyata.Terlebih saat kucoba menata hidupku lagi bersama nenekku, aku harus menerima kenyataan bahwa tubuh wanita tua tentah itu pergi untuk selamanya.                                                                                             Aku kembali dihadapkan pada masalah yang begitu pelik, bahkan aku berpikir hidup tak pernah adil padaku.Aku berjalan tanpa arah seolah aku tak memiliki lagi tujuan hidup. Hingga soerang wanita paruh baya menawarkan aku kehidupan baru dalam sebuah panti asuhan                                                              Hidupku kembali tertata, aku bersekolah sambil berjualan koran. Aku punya impian besar untuk masa depanku. Saat sekolah aku berusaha mendapat hasil sebaik mungkin, berjualan koran menjadi bentuk usahaku untuk membantu panti tempat aku hidup.                                                                  Suatu malam aku terduduk diam memikirkan kondisi panti asuhan yang merawatku sejak tak ada lagi rumah tempatku bernaung.Terbersit dalam pikiran untuk bisa membuat panti ini lebih layak lagi.Dengan kondisi panti asuhan yang memperihatinkan, tak ada lagi harapan untuk mencapai cita-cita yang terencana indah dalam mimpi ini.Ingin rasanya melepaskan diri dan kembali lagi dengan membawa harapan baru bagi kehidupan panti asuhan ini.                                                                                               Malam itu aku berpikir tentang sebuah perantauan panjang yang tak berujung.Jika terus di panti asuhan ini hidupku sulit berubah.Akhirnya aku memantapkan diri untuk mengatakan buah pemikiran ini pada seorang wanita tua yang tengah duduk di sudut ruangan yang senyap. Seperti sedang memikirkan hal berat yang semestinya diusia saat ini ia harus menikmati hidup tanpa menanggung beban berat lagi. Ku telusuri jarak antara aku dan wanita tua dengan langkah berat.
“ Bu, apa yang ibu lakukan di sini sendirian?”
“Eh, Anto.Kenapa kamu belum tidur nak?Hari sudah sangat larut.”
“Ibu sendiri kenapa belum tidur?”
“Ibu belum ngantuk.Apa ada yang ingin kamu katakan? Dari tadi ibu melihat kamu berdiri dan menatap ibu”
“Begini bu, Aku mau ke Jakarta,. Aku ingin merantau ke sana dan mencari pekerjaan.Aku sudah lulus SMA dengan hasil yang baik, bisa terbuka harapan aku bisa kuliah dan menjadi orang suskes disana.
“Nak.”Kataibu panti sambil mengelus pundakku.
“Tidak usah khawatir Bu. Aku masih ada sedikit uang hasil jualan koran untuk perjalanan kesana. Dan sesampainya nanti aku akan langsung mencari pekerjaan. Setelah aku sukses, aku pasti akan membuatkan panti asuhan yang layak untuk Ibu dan yang lainnya”
Ibu tua itu memelukku erat dan tak ada sepatah kata yang Ia keluarkan..Hanya air mata yang menetes di pipinya yang sudah rentah.
“Nak, maafkan ibu yang tidak bisa melakukan apa-apa untukmu”
“Tidak apa-apa bu , yang aku minta sekarang hanya restu dan do’a dari Ibu. InsyaAllah semuanya akan baik-baik saja.                                                                                                                                        
Malam itu juga aku mengambil potongan-potongan baju yang mungkin masih layak untukku ke Jakarta.Ku ambil celengan bambuku dan menghitung isinya yang tidak seberapa.Setelah semuanya beres, aku mencoba untuk memejamkan mata, walau tak sepenuhnya yakin bisa tidur.                            Tak sedikitpun terpikirkan dalam benakku tentang bagaimana nantinya aku menjalani hidupku di sana, satu-satunya tujuanku kini hanya ingin mencari hidup yang lebih layak. Keterpurukan masa lalu tidaklah menjadi penghalang  melainkan hal itu akan menjadi batu loncatan bagiku untuk bisa mendapat apa yang menjadi impianku. Orang tuaku  telah mengajarkan banyak hal tentang hidup, bagaimana kesederhanaan itu bisa menjadi suatu yang luar biasa. Modalku kini hanyalah tekad yang besar untuk mampu merubah nasib dan yakin dengan apa pun yang aku miliki sekarang.
“ Aku punya banyak hal yang tidak dimiliki orang lain” kataku dalam hati
            “ Mas, kamu kenapa?” kata minati yang menghampiriku terduduk dalam diam.                   
Karena tak ingin Minati ikut larut dalam kesedihan masa laluku.Aku membalasnya dengan senyuman dan mengalihkan perhatiannya dengan membantu membagikan barang-barang ke anak-anak panti.Dalam hati aku sudah bertekad untuk segera pulang ke kampung dan memenuhi janjiku pada ibu panti.Kuutarakan keinginanku pada Minati dan disambutnya dengan senang hati.                                                  Kini kesederhanaan itu sungguh menjadi luar biasa, bukan hanya sekedar kata melainkan nyata.Angin malam membisikkan kata yang menyentuh relung hatiku, dalam sujud kusampaikan syukurku pada Sang Pencipta.                                                                                                      
           

Cerpen ini saya buat untuk memenuhi salah satu pembelajaran tugas kelompok materi X semister 2...  
Saya dan teman-teman berhasil mendapat nilai sempurna dengan cerpen ini :)...
Moga dapat bermanfaat juga yahhh.... 

Terima Kasih udah baca
Jangan Lupa komentar-nya yahhh!!!!          


No comments:

Post a Comment

Blogger news

Blogroll